URGENSI UKHUWAH ISLAMIYAH DALAM MEMBANGUN INDONESIA DI TENGAH KEBERAGAMAN BERSAMA : DR. ARIEF ALAMSYAH, USTADZ ALI AHMADI
“Urgensi Ukhuwah Islamiyah dalam Membangun Indonesia di Tengah Keberagaman”, diawali ucapan dua kalimat Syahadat salah satu Mualaf, bimbingan Badan Pembinaan Mualaf Baiturrahman pada Sabtu, 9 Juni 2018. Begitupun dengan materi kajian, disampaikan dua narasumber sekaligus, masing-masing DR. Arief Alamsyah dari Malang dan Ustadz Ali Ahmadi dari Jakarta.
Menurut Arief Alamsyah, ukhuwah (rasa persaudaraan) merupakan faktor penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keragaman suku, agama, adat dan budaya yang ada di Indonesia. Melalui jalinan yang kuat antar sesama muslim bersama saudara sebangsa dan setanah air, dalam ikatan Bhinneka Tunggal Ika, akan mampu mengantisipasi bibit perpecahan yang bisa saja dihembuskan sejumlah pihak, yang ingin mengambil keuntungan dari kondisi tersebut. Hal ini hendaknya bisa dipahami dengan baik oleh umat muslim di Indonesia dan Bontang pada khususnya, agar tetap mengutamakan ukhuwah dan rasa kebersamaan, serta tidak dilemahkan berbagai isu yang belum tentu kebenarannya, hingga mengarah ke perpecahan dan bahkan berpotensi mengancam kesatuan utuh sebagai bangsa. “Islam merupakan agama dengan umat terbesar di Indonesia. Maka kita harus cerdas agar tidak mudah termakan isu yang belum tentu kebenarannya, salah satunya dengan jalinan ukhuwah yang baik,” ungkapnya.
Arief mencontohkan dirinya sebagai seorang pendakwah yang wajib menyampaikan keilmuan sejalan dengan tuntunan serta ajaran Al-Quran dan Sunnah, juga harus menempatkan diri sesuai kultur masyarakat dengan budaya tertentu. Sebab peranan seorang Dai atau pendakwah bukan hanya menyampaikan tuntunan ayat dan bimbingan secara akidah, namun turut mencerminkan Islam dari perbuatan dan tutur kata. Hal ini juga diharapnya bisa dipahami para pendakwah, agar tidak memancing perpecahan umat dari apa yang disampaikan. “Kita ini Dai, bukan Hakim. Tugas kita menyampaikan, bukan menghakimi,” tandasnya.
Sementara Ustadz Ali Ahmadi menjelaskan, ukhuwah dalam ajaran Islam terbagi pada empat kategori, yaitu Ukhuwah Al-Islamiyah, diartikan sebagai hubungan dan rasa persaudaraan antar sesama Muslim. Terkait sikap seorang muslim dengan saudara seiman dalam menjalani aktivitas dan kehidupan sebagai masyarakat. Selanjutnya Ukhuwah Al-Insaniyah, yakni hubungan persaudaraan secara kemanusiaan (sesama manusia) dengan mengedepankan kerukunan meski berbeda keyakinan. Salah satunya menjaga toleransi antar umat beragama, dalam upaya menumbuhkan rasa kebersamaan sebagai suatu bangsa.
Kemudian Ukhuwah Al-Wathaniyah, merupakan hubungan persaudaraan karena tempat kelahiran atau tempat tinggal. Hal ini bagian dari Ukhuwah Al-Insaniyah dengan menjalin hubungan baik berdasarkan latarbelakang wilayah (daerah atau negara) yang sama. Hingga terjalin hubungan kekerabatan serta rasa senasib dari apa yang dijalani. Terakhir, Al-Ukhuwah Fi’il Amr atau hubungan baik dalam bekerja dengan saling menghormati dan menghargai, karena menyadari keahlian yang didapat merupakan suatu berkah untuk digunakan sebaik mungkin sesuai tuntunan agama.
Jika diaplikasikan dengan baik dalam lingkungan kerja, niscaya akan mampu menghapus kesenjangan dan kecemburuan yang bisa saja timbul antara sesama karyawan, serta mempererat hubungan atasan dan bawahan. “Sebab apapun yang dikerjakan dengan keahlian yang dimiliki, disadari sebagai anugerah yang diberikan Allah kepada kita,” kata Ali Ahmadi. Begitu pula dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara, empat ukhuwah tersebut hendaknya bisa dipahami dengan baik oleh seluruh umat muslim dan memandang perbedaan sebagai bentuk ke-Esaan Allah SWT agar tidak memunculkan faksi antar umat karena perbedaan pendapat.
Mengingat seluruh manusia berasal dari Adam, yang diciptakan berbeda sebagai suatu keragaman, urgensi ukhuwah dalam membangun Indonesia di tengah keberagaman, bisa disikapi dengan meningkatkan ilmu pengetahuan maupun pemahaman agama, khususnya memandang suatu perbedaan sebagai hal positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mampu mengelola keragaman dan perbedaan dengan baik guna menciptakan rasa persaudaraan antar sesama. “Segala sesuatu itu ada levelnya, begitu pula dengan ilmu dan pemahaman manusia. Dengan tingkat pemahaman (Thabaqat) yang berbeda, juga akan menimbulkan berbagai sikap, bahkan penyakit hati seperti iri dan dengki,” terangnya.
Seseorang juga dikatakan beriman jika mampu memahami perbedaan yang ada, di tengah peradaban dan kehidupan bermasyarakat, disamping menguasai lima kaitan hukum dalam Islam, yakni Fardhu, Sunnah, Mubah, Subhat dan Haram. “Dengan kekuatan yang dimiliki, Islam tidak bisa diperangi dengan senjata, tapi bisa dilakukan dengan merusak peradaban umat itu sendiri untuk menghancurkan secara perlahan dan saling adu antar sesamanya. Maka sadarilah hal itu sebagai perangkap yang luar biasa,” pungkasnya. (*/vo/nav)
#muslimsejati
Sumber : https://www.pupukkaltim.com/berita&fpg=urgensi-ukhuwah-islamiyah-dalam-membangun-indonesia-di-tengah-keberagaman-bersama-dr-arief-alamsyah-ustadz-ali-ahmadi.det
0 coment�rios: