Menikmati Ajaran Islam Dalam Demokrasi Pancasila
SADARKAH anda, bahkan di Amerika yang dianggap tempat demokrasi menjadi acuan, ketika seleksi awal kandidat selalu diributkan jika terkait korupsi (mencuri), terkait selingkuh (zinah) dan memalsukan prestasi (menipu). Begitu pula di banyak negara-negara demokrasi lainnya.
Artinya apa? Artinya moral sangat penting bagi masyarakat di negara manapun. Mereka menolak kandidat-kandidat yang bermasalah secara moral. Jadi jelas salah kaprah orang-orang yang berlagak mencibir dan berkusut muka ketika ajaran-ajaran moral Islam muncul dalam pelaksanaan demokrasi pancasila di Indonesia.
Bahkan saya harus mengatakan konyol ketika ada pihak-pihak di luar Islam di Indonesia merasa tidak nyaman ketika para tokoh atau masyarakat umum bicara tentang ajaran Islam. Muncul pertanyaan dasar, apakah mereka dengan agamanya hanya perilaku basa-basi? Apakah mereka pura-pura beragama? Apakah agamanya tidak mengajarkan moral larangan mencuri, berzinah dan menipu? Bukankah larangan mencuri, berzinah dan menipu ada di semua agama? Reaksi normal yang harusnya muncul adalah pernyataan sikap yang senada yaitu menolak calon yang mencuri, berzinah dan menipu. Bukan malah sibuk menyerang ajaran Islam atau malah menuduh ekstrim dan radikal.
Harus saya katakan sungguh luar biasa rakyat Jakarta, hormat saya yang setinggi-tinggi ketika gerakan moral muncul dan bersikap tegas menolak meneruskan pemimpin yang tidak bermoral. Saya tidak akan ulas sama sekali soal tidak bermoralnya Petahana Jakarta. Anda bisa googling dan cari sendiri hal itu. Kalau anda merasa tetap tidak menemukannya, maka sadarilah ternyata anda bagian dari persoalan moral di negera ini.
Umat Islam di Indonesia harus diakui sebagai masyarakat yang sangat cinta damai dan patuh hukum. Beberapa kali Aksi Bela Islam terjadi, tak ada kerusuhan apapun kecuali provokasi kecil sekitar jam 19 saat #Aksi411. Rasanya inilah aksi-aksi terhebat di dunia. Jutaan orang berkumpul bukan untuk main hakim sendiri, tapi meminta ditegakkannya hukum positif yang berlaku tentang larangan menista agama dan penegakan hukum atas penista agama.
Tidak ada satupun non-muslim atau kafir (bahasa Quran) yang dianiaya saat Aksi Bela Islam. Tak ada satupun keturunan China yang diserang. Tidak ada satupun fasilitas publik yang dirusak atau dibakar. Yang muncul justru dagelan menyebut aksi ini adalah aksi radikal. Radikal apanya? Merusak rumput pun tidak. Kalau anda masih ngotot bilang ini radikal, sebaiknya anda segera ke psikolog atau melakukan terapi kejiwaan. Batin anda penuh kegelisahan.
Demokrasi Pancasila sama seperti demokrasi di negara-negara lain, memberikan kebebasan untuk bersikap dan memilih sesuai dengan preferensi masing-masing. Mau memilih berdasarkan kesamaan agama, tentu saja boleh. Berdasarkan kesamaan suku dan keturunan, tidak bisa dilarang. Berdasarkan kesamaan asal daerah, tidak ada yang salah dengan itu. Berdasarkan kesamaan visi, program dan cara membangun, silahkan saja.
Yang tidak boleh itu justru adalah memilih karena sesama ingin membela pencuri, sesama ingin membela penzinah atau sesama ingin membela penipu. Demokrasi Pancasila tidak butuh pencuri, penzinah dan penipu. Negara ini akan besar dan terus semakin berjaya jika seluruh rakyatnya bersekutu untuk menolak pencuri, penzinah dan penipu. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang berkembang pesat karena mendukung penuh pencuri, penzinah dan penipu.
Jadi berhentilah berpicik ria melihat para ustadz/ulama atau umat Islam yang melakukan gerakan moral untuk menolak pemimpin yang zalim. Kita semua harusnya saling bahu membahu. Gerakan Aksi Bela Islam sejatinya adalah untuk menegakkan hukum dan demokrasi pancasila, bukan untuk menegakkan hukum Islam di Indonesia. Kalau mau menegakkan hukum Islam, itu sudah bisa dilakukan sejak awal kemerdekaan, tapi bukan itu pilihan yang diambil.
Kita, rakyat Indonesia, membutuhkan pemimpin yang menegakkan hukum positif yang ada. Kita tidak butuh pemimpin yang pura-pura anti korupsi tapi tak pernah melaporkan bawahannya yang korupsi. Kita tidak butuh pemimpin yang berlagak melakukan pembangunan dengan menindas rakyat kecil. Kita tak butuh pemimpin yang bicara masa depan bangsa sambil merusak persatuan. Kita tidak butuh pemimpin yang terus merawat ketergantungan dengan pihak asing. Kita butuh pemimpin yang membuat negara ini semakin mandiri.
Ajaran Islam sejatinya ditujukan kepada penganutnya. Saat ini kesadaran umat Islam di Jakarta untuk memilih pemimpin yang seagama sudah muncul. Cukupkah itu? Tidak. Umat Islam Jakarta harus mengawal penuh Anies-Sandi agar benar-benar membangun Jakarta. Mereka tidak boleh jadi pencuri baru, mereka tidak boleh jadi penipu baru. Jakarta tidak butuh itu. Islam juga tidak pernah memerintahkan yang demikian.
Inilah saatnya untuk mulai tegas menghardik semua pemimpin yang beragama Islam agar kembali ke ajaran agamanya yang memerintahkan melakukan kebaikan, bukan keburukan. Ingat, Islam memerintahkan untuk melindungi semua non-muslim yang tidak benci Islam. Jadi memang tugas Pemimpin Islam dan Umat Islam untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mari kita wujudkan Islam yang melindungi dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. [***]
#muslimsejati
Sumber : RMOL.id
Gambar di ambil dari jalandamai.org
0 coment�rios: