Dinamika hubungan keagamaan di Indonesia sempat memanas lagi. Bukan hubungan antar agama, melainkan hubungan antar-internal umat Islam....
Kafir atau Non-Muslim?
Oleh: Rohmatul Izad (Alumni Pascasarjana Ilmu Filsafat UGM Yogyakarta) KHITTAH.CO — Muhammadiyah sering disebut orang sebagai o...
Muhammadiyah dan Islam di Indonesia
Dalam catatan sejarah, Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912 M oleh KH. Ahmad Dahlan dan sahabat-sahabatnya di Yogyakarta.
Muhammadiyah ini pertama-tama harus dipahami sebagai organisasi Islam yang mengikuti paham Ahlusunnah wal Jama’ah, tapi gerakan keislaman Muhammadiyah lebih menekankan pada pemurnian ajaran atau tajdid sebagai misi pokoknya, yakni pembaharuan dalam pengertian pemurnian Islam Indonesia dari apa yang dulu disebut KH. Ahmad Dahlan dengan TBC (Tahayul, Bid’ah, dan Khurafat). Inilah tujuan pokok Muhammadiyah sejak berdirinya dan sampai sekarang sepertinya masihsangat konsisten dengan tujuan itu.
Menurut Azyumardi Arza, bila melihat konteks tujuan didirikannya Muhammadiyah, yang merupakan gerakan tajdid, maka Muhammadiyah sebenarnya sebuah organisasi Salafi. Yakni lebih menekankan pada model keislaman yang murni, bahwa umat Islam harus menjauhkan diri dari tahayul, bid’ah, dah khurafat, serta cukup mengamalkan corak Islam yang murni saja tanpa tambahan apapun.
Memang belakangan ini kalau seseorang berbicara tentang salafi, seakan-akan cenderung memiliki gerakan yang keras dan radikal. Dalam arti ingin memurnikan Islam dengan cara-cara yang keras dan ekstrem. Misalnya seperti gerakan para pendahulunya Wahabi di Saudi Arabia pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 M. Tapi penting dicatat bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi salafi tidak mengadopsi cara-cara kekerasan dalam upaya memurnikan Islam. Itulah perbedaan mendasar dari Muhammadiyah yang memiliki paham pemurnian Islam dengan gerakan-gerakan salafi lainnya, termasuk Wahabi.
Muhammadiyah tidaklah menempuh cara-cara kekerasan di dalam memurnikan Islam, tapi menempuh cara yang damai dan toleran, seperti melalui jalan pendidikan dan pelayanan sosial. Karenanya, sejak Muhammadiyah berdiri, yang dilakukan Muhammadiyah dalam upaya mencerdaskan umat adalah melalui pelayanan sosial. Seperti mendirikan rumah sakit, klinik, panti asuhan, dan mendirikan sekolah-sekolah yang cenderung meniru cara-cara modern. Jadi sistem pendidikannya justru diambil dari sistem Belanda, model-model sekolah Belanda ini diambil semua, tapi kemudian Muhammadiyah memasukkan pelajaran agama.
Sebab, di sekolah Belanda pada umumnya, hampir tidak ada pelajaran agama, yang betul-betul merupakan representasi dari model sekolah sekuler. Tetapi Muhammadiyah mendirikan sekolah model Belanda dengan memasukkan pelajaran agama di kurikulumnya. Itulah yang disebut dengan HIS ala Belanda dengan menambahkan pelajaran-pelajaran seperti Alquran, akidah Islam, dan kemuhammadiyahan.
Oleh karena itu, salah satu peran penting Muhammadiyah adalah mendirikan cikal bakal lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah yang sekarang ini kita kenal dengan sekolah Islam. Memang pada awalnya Muhammadiyah tidak mendirikan pesantren dan madrasah, tetapi yang mula-mula didirikan adalah sekolah-sekolah yang bisa kita sebut sebagai sekolah Islam.
Upaya yang dilakukan Muhammadiyah dalam pendidikan ini bisa dikatakan sangatlah fenomenal, bahwa Muhammadiyah sangatlah kaya dengan lembaga-lembaga pendidikannya mulai dari taman kanak-kanak sampai universitas. Bahkan sekarang ini, salah satu kampus milik Muhammadiyah masuk jajaran dua puluh besar kampus terbaik di Indonesia. Saya kira ini prestasi penting dan dapat menjadi contoh bahwa kampus swasta milik organisasi Islam juga bisa bersaing dengan kampus-kampus negeri, lebih-lebih persaingan itu bisa sampai pada tingkat global.
Boleh dikata, Muhammadiyah adalah organisasi pendidikan Islam terbesar di dunia, terutama dalam kategori pendidikan umum dan modern yang berbasikan pada konsep pendidikan Barat. Tentu saja pada konteks yang lain kita masih punya Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi Islam terbesar di dunia, yang memiliki pesantren dan jumlahnya juga terbesar di seluruh dunia. Kedua organisasi Islam ini memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan bangsa Indonesia, kita tak bisa membayangkan bagaimana jadinya bila kedua organisasi ini tidak pernah ada di negeri ini, mungkin corak berkeislaman masyarakat kita menjadi lain dari yang semestinya.
Kita patut bersyukur dengan kehadiran Muhammadiyah yang saling melengkapi dengan Nahdlatul Ulama. Di mana Muhammadiyah melahirkan ulama-ulama berbasis kitan putih yang merupakan keluaran dari sekolah-sekolah Muhammadiyah, sementara Nahdlatul Ulama melahirkan ulama-ulama kitab kuning yang lahir dari lingkungan pesantren. Sehingga kedua organisasi Islam ini dapat menjadi warisan intelektual dan kultural yang sangat berharga dan penting, tidak hanya bagi masa silam, tetapi juga masa kini dan masa yang akan datang.
Setiap wanita pasti ingin merasakan indahnya kehidupan berumah tangga. Begitupun dengan laki-laki. Akan tetapi hidup berkeluarga mem...
Jihadmu adalah Menafkahi Keluargamu
By bahir albasil - Setelah terlaksananya akad nikah, sepasang suami isteri akan hidup bersama dalam sebua...
Tidak Perlu Ada Ketaaan Istri Kepada Suami Teroris
- Larangan kepada umat Islam agar tidak membunuh sesamanya, karena umat Islam itu diibaratkan sebagai satu tubuh, jika satu bagiannya sakit maka bagian yang lainnya akan merasakan. Ketika seorang muslim membunuh muslim yang lainnya, seakan-akan ia telah membunuh dirinya sendiri.
- Larangan kepada umat Islam untuk tidak melakukan bunuh diri.
- Larangan kepada umat Islam untuk tidak melakukan hal-hal yang telah dilarang oleh Allah, yang dapat membinasakan dirinya sendiri dan orang lain.
Masih ingatkah dengan dengan peristiwa Bom di dua Gereja Surabaya pada 14 Mei 2018 tragis yang melibatkan satu keluarga. Itulah feno...
Terorisme Sekeluarga Bukan Cerminan Keluarga Islami
Oleh Ayik Heriansyah DutaIslam.Com - Tadinya saya berpikir, “Ya sudahlah. HTI tidak perlu diladeni. Kan mereka sudah menjadi ormas ter...
HTI dan Guyonan Gus Dur
DutaIslam.Com - Tadinya saya berpikir, “Ya sudahlah. HTI tidak perlu diladeni. Kan mereka sudah menjadi ormas terlarang. Kita tinggal nunggu berita viral aparat menangkap tokoh-tokoh mereka.” Apalagi saya sudah sangat paham HTI, teori dan praktik, lahir dan batin. Saya tahu persis isi hati HTI yang paling dalam. Tentang kitab-kitab resmi (mutabanat), saya mendapatkan ijazah dari Mu’tamad/Mas’ul ‘Am (Ketua Umum HTI) untuk mengajarkannya.
Tapi ternyata, kegiatan HTI tanpa nama HTI (pakai nama samaran) membuat masyarakat sadar akan hakikat HTI yang sesungguhnya. Publik menyimak polemik dan perang opini antara kader-kader NU melawan HTI. Sementara ini publik tidak berpihak ke HTI. Belum ada ormas, ulama dan tokoh umat yang menyatakan siap pasang badan seandainya kader-kader HTI diciduk polisi. Bagi penggiat diskusi yang berminat pada isu-isu politik kontemporer dan pemikiran Islam memiliki, narasi-narasi basi HTI dijadikan bahan untuk memperluas spektrum tentang Khilafah yang akan memperkaya wawasan seputar pemikiran politik Islam.
Seperti guyonan Gus Dur, orang Indonesia itu apa yang dibicarakan berbeda dengan apa yang dikerjakan, HTI persis itu. Ulama-ulama HTI muter-muter membahas dalil-dalil tentang Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah, merujuk maqalat ulama aswaja tentang Khilafah, memperlihatkan indahnya persatuan umat di masa Khilafah, menyampaikan tingginya peradaban Islam di masa Khilafah Umayyah dan Abbasiyah, menjadikan penaklukan kota Konstantinopel sebagai bukti kehebatan Khilafah, dan sebagainya.
Semua itu hanya narasi-narasi bodong yang tidak ada hubungannya dengan Khilafah yang sedang diperjuangkan HTI karena khilafah yang diperjuangkan HTI merupakan Khilafah Tahririyah ‘ala Minhajin Nabhaniyah yakni suatu konsep negara versi Hizbut Tahrir hasil konstruksi pemikiran (ijtihad) Taqiyuddin an-Nabhani. Pilar-pilar dari Khilafah Tahririyah adalah 1). Khilafah didirikan dengan cara kudeta (thalabun nushrah) oleh dewan jenderal. 2). Amir Hizbut Tahrir adalah calon Khalifah yang menerima penyerahan kekuasaan dari dewan jenderal. 3). Undang-undang Dasar (UUD) yang disusun Amir Hizbut Tahrir menjadi konstitusi negara.
Dari tiga pilar ini, jelas sekali perbedaan antara Khilafah Tahririyah dengan Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwahtepatnya pada masa Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Pada Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah, seorang Khalifah dibai’at setelah dilakukan musyawarah (pemilihan) yang dilakukan bebas tanpa paksaan (ridla wal ikhtiar). Meskipun cara dan teknis (uslub) musyawarahnya berbeda-beda, keempat Khalifah tersebut mendapat mandat kekuasaan setelah ada pemilihan dan mendapat suara mayoritas. Artinya bai’at adalah sebab dan tanda penyerahan mandat kekuasaan dari umat kepada calon Khalifah untuk menjadi Khalifah.
Bertolak belakang dengan hal tersebut, HTI meyakini penyerahan kekuasaan dari dewan jenderal binaan HTI (setelah berhasil mengambil kekuasaan dari penguasa sebelumnya) kepada Amir Hizbut Tahrir sebagai metode baku. Metode ini telah menghilangkan proses musyawarah (pemilihan). Tidak terjadi penyerahan mandat dari umat kepada calon Khalifah secara sukarela. HTI secara sepihak menetapkan Amir mereka sebagai Khalifah kemudian meminta umat membai’atnya di bawah bayang-bayang todongan senjata dari pasukan yang dipegang masing-masing jenderal anggota dewan jenderal. Skenario HTI ini persis yang dilakukan Mu’awiyah ketika meminta bai’at kepada umat atas ke-Khalifah-an anaknya, Yazid.
Khilafah Tahririyah juga berbeda dengan Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah dari sisi penetapan Amir Hizbut Tahrir sebagai Khalifah dan Undang-undang Dasar susunannya sebagai konstitusi negara oleh HTI. Penetapan ini memang hak HTI namun ini penetapan sepihak. Penetapan sepihak yang pernah dilakukan oleh kaum Anshor ketika mereka menetapkan figure terbaik mereka yakni Saad bin Ubadah sebagai khalifah pengganti Rasulullah Saw.
Penetapan ini dianulir oleh Umar bin Khaththab. Para sahabat dari Anshor dan Muhajirin yang berkumpul di Saqifah Bani Saidah menerima sikap Umar tersebut. Kemudian mereka memilih ulang Khalifah yang akhirnya terpilih Abu Bakar. Abu Bakar meskipun sahabat terbaik Nabi Saw tapi tidak pernah ditetapkan oleh Nabi Saw sebagai khalifah pengganti Beliau Saw. Khulafaur Rasyidin dalam mengatur urusan umat berdasarkan ijtihad politik yang mereka duga kuat benar. Mereka tidak merancang Undang-undang Dasar negera Khilafah layaknya Hizbut Tahrir.
Khilafah Tahririyah dengan Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah sangat berbeda bahkan bertolak belakang. Dari metode perjuangan HTI mirip dengan al-Saffah ketika mendirikan Khilafah Abbasiyah. Sedangkan dari aspek bai’at, HTI seperti Khilafah Umayyah. Jadi narasi-narasi yang diviralkan oleh kader-kader HTI seputar Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah hanya pepesan kosong. Guyon Gur Dur: “orang Indonesia itu apa yang dibicarakan berbeda dengan apa yang dikerjakan.” Lahul Fatihah… [dutaislam.com/gg]
IslamKaffah.id Sebagian kita masih berpikir bahwa akhlak hanyalah pelengkap dari agama. Terpenting adalah ibadah. Akhlak sesun...
0 coment�rios: