Argumentasi Penerimaan Konsep Negara Bangsa Ilustrasi (ist) Fathoni, NU Online | Rabu, 31 Oktober 2018 10:45 Kesada...
Gagal Paham Bendera Rasulullah by Iwan Hantoro 11 jam ago 11 jam ago 64 shares, 1 point Pe...
Gagal Paham Bendera Rasulullah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bendera diartikan sebagai sepotong kain atau kertas segi empat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya atau sebagai tanda; panji-panji; tunggul: sering dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal atau identifikasi. Dari pengertian tersebut, dapat disederhanakan bahwa fungsi bendera yaitu sebagai tanda, simbol yang menunjukkan identitas.
Dari kedudukannya sebagai simbol, kehadiran bendera bisa menjadi identitas bagi suatu negara. Hal ini bisa dilihat dari bendera Indonesia. Indonesia memiliki bendera dengan komposisi warna merah dan putih. Warna merah berada di bagian atas, dan putih di bawah (red: merah-putih). Tetapi kalau dicermati negara lain, akan ditemukan bendera dengan komposisi serupa, yaitu Monako. Kesamaan tersebut akan memunculkan dugaan salah satu negara menjiplak bendera.
#muslimsejati
Santri Menjaga Indonesia dari Gerakan Kaum Islamis Jihadis Ilustrasi istighotsah kubro NU Jatim (Foto: Antara) Fathoni, NU O...
Santri Menjaga Indonesia dari Gerakan Kaum Islamis Jihadis
Kader NU Harus Menjaga NKRI dari Serangan Radikalisme dan Terorisme Mustasyar PBNU, KH Ma'ruf Amin di Sidoarjo, Jatim Abdul Muiz...
Kader NU Harus Menjaga NKRI dari Serangan Radikalisme dan Terorisme
Rozali, NU Online | Sabtu, 27 Oktober 2018 17:00 Ahmad Zainul Hamdi Salah satu pertanyaan penting yang banyak dilontarkan para ...
Terorisme: Irrasionalitas Kekerasan Agama
Islam Smart, Jangan Pernah Mau Dibohongi posted by Dunia islam on 10/26/2018 12:14:00 AM No Comments Dalam setiap aksi demo, H...
Islam Smart, Jangan Pernah Mau Dibohongi
Mitos Bendera HTI dan Perampokan Kalimat Tauhid Oleh M Abdullah Badri \ Dalam bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dari sononya mema...
Mitos Bendera HTI dan Perampokan Kalimat TauhidOleh M Abdullah Badri
Dalam bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dari sononya memang sudah menyiratkan makna dan bentuk. Makna ada dalam kalimat tauhid. Tercermin dari bahasa yang digunakan bendera. Bentuknya adalah bendera yang berwarna putih atau hitam, yang disebut sebagai royah dan liwa’. Naifnya, bendera itu mereka klaim dari Rasulullah. Ini distorsi dan pembelokan.
Dalam kajian mitologi, bendera HTI itu disebut sebagai mitos. Bukan mistis yah. Tapi mitos, ilmu tentang tanda. Adanya penanda bendera, berarti ada motivasi, kehendak dan permintaan yang dijadikan petanda.
Melalui penanda bendera, petanda yang ia adalah motivasi gerakan makar ideologis HTI, sengaja disamarkan atau dinaturalisasikan sehingga yang tampak di muka hanya bentuknya, bendera yang diklaim milik umat Islam.
Roland Barthes dalam bukunya Mythologies (1983) menyebut mitos sebagai yang “terlalu samar untuk dikenali, atau terlalu gamblang untuk langsung diyakini”. Ia hanyalah sebuah infleksi (pembelokan) dan pengkhianatan bahasa. (Lihat, ibid, hlm. 186).
Apakah betul bendera HTI milik seluruh umat Islam? Publik terlalu samar dan tidak berani tidak menyebutnya sebagai bendera umat Islam karena ada kalimat tauhidnya. Mengapa? Karena ia sudah ada dan menjadi sebagai bendera. Begitulah kerja mitos.
Umat Islam yang tidak membaca tanda dan tidak paham sejarah akan mudah menyatakan kalau itu adalah bendera agama Islam. Mereka tidak tahu kalau umat Islam lain ada yang menggunakan bulan sabit dan bintang sebagai bendera mereka, penanda atas petanda keislaman mereka.
Karena ada kalimat tauhidnya, mereka tidak mau tahu kalau ISIS, Al-Qaida dan juga Saudi Arabia memakai kalimat tauhid dalam bendera kelompoknya masing-masing. Samar. Dan karena samar, mereka dukung saja. Membebek dengan mitos tauhid yang telah disisipkan dalam bendera.
Banyak umat Islam yang gamang dan samar menyebut bendera itu milik HTI karena kalimat tauhid adalah bahasa dunia milik semua umat Islam, yang tanpanya, tidak akan masuk surga. HTI pun panen dukungan umat Islam karena propaganda benderanya yang dimitoskan.
Bongkar Mitos
Saya menyebut, HTI panen hasil rampokan bahasa (kalimat tauhid) yang ada dalam benderanya sebagai mitos tersamar. Mereka merampok emosi massal umat Islam untuk mendukungnya, seolah selain dia bukan Islam, dengan ancaman bahasanya yang khas, “siapa saja yang membakar bendera itu berarti anti Islam”. Innalillah.
Umat Islam, termasuk kiai-kiai NU dan santri-santri NU, banyak yang menganggap bahwa bendera itu bendera Rasulullah. Pasalnya, HTI tidak menjadikan kalimat itu sebagai contoh kalimat thoyyibah, tapi lebih dari itu, kalimat tauhid dinaturalkan jadi bendera sehingga mendukung bendera, sama dengan mendukung Islam.
Kalau saja HTI hanya menjadikan kalimat tauhid sebagai contoh kalimat thoyyibah, tentu tidak ada gerakan counter propaganda dan pembakaran oleh Banser di Garut saat perayaan Hari Santri 2018 kemarin. Banser paham, kalimat tauhid yang sudah jadi bendera itu artinya ada proses mitologis dan pembelokan makna bahasa agung kalimat tauhid, yang oleh Roland Barthes disebut sebagai pengkhianatan bahasa. (ibid, hlm. 187).
Laku pembakaran bendera tauhid HTI di atas sangat sah menemukan kebenaran. Mengapa? Sebagai bahasa, kalimat La Ila ha Illa Allah adalah kalimat baik yang penuh makna sehingga mudah diinvasi banyak tafsir, mengingat kalimat tauhid bukan kalimat matematis yang dikelilingi rumus tunggal, sebagaimana 1 + 1 samadengan 2. Ada rumus yang melindungi kalimat matematika.
Banser menafsir, kalimat thoyyibah yang diklaim secara naif oleh HTI sebagai dari Rasulullah (kalimat dan benderanya) sebagai mitos yang membelokkan makna. Andai saja bendera itu berwarna hitam atau putih dan bertulikan Hizbut Tahrir, tak akan ada invasi tafsir lain oleh umat Islam, karena ia jadi kalimat matematis, tunggal langsung menunjuk hidung HTI. Banser pun tidak berhak membakar benderanya jika demikian.
Banser paham, mitos yang dibangun HTI lewat bendera bertulis kalimat tauhid hanya ingin mengubah sejarah pemberontakan pengguna bendera yang sama ke dalam alam umat Islam Indonesia yang nasionalis dan cinta NKRI.
Melalui benderanya, HTI berhasil menjadikan kalimat tauhid bukan sebagai contoh, tapi membuat dia natural sebagai yang dimiliki oleh banyak umat Islam. HTI berhasil menaturalisasikan makna kalimat tauhid jadi basis gerakan mendapatkan dukungan. Itulah yang disebut Roland Barthes sebagai mengubah makna menjadi bentuk.
Hasilnya, HTI menjadi ormas terlarang yang berhasil mendistorsi (merampok) bahwa kalimat tauhid tidak boleh dibakar walau ia terbukti dipakai oleh perampok dan perompak ideologi negara. Inilah kehendak dan permintaan dalam motivasi dibalik perampokan kalimat tauhid HTI dalam bendera berbahasa La Ilaha Illa Allah.
Makanya, membakar bendera HTI adalah sah, halal dan mendapatkan pahala menjaga balad (negara) sebagai yang amin (damai). Jauh dari gerakan anti Pancasila dan anti nasionalisme. Lanjutkan. Saya bersama Banser! []
#muslimsejati
Pondok Pesantren Lirboyo "HUKUM MEMBAKAR BENDERA TAUHID" Akhir-akhir ini publik ramai memperbincangkan tindakan salah sat...
"HUKUM MEMBAKAR BENDERA TAUHID"
Akhir-akhir ini publik ramai memperbincangkan tindakan salah satu anggota organisasi yang membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid. Banyak pihak yang geram atas tindakan ini, sebab kalimat tauhid dimana pun penempatannya adalah kalimat yang harus dimuliakan oleh seluruh umat islam. Sehingga membakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid adalah bentuk penghinaan yang nyata pada kalimat tauhid itu sendiri.
Benarkah hujjah (argumentasi) dan alasan tersebut?
Sebelumnya patut dipahami bahwa dalam konteks ini telah terjadi penyimpangan fungsi kalimat tauhid yang awalnya merupakan simbol keesaan Allah swt. Namun oleh oknum yang tidak bertanggungjawab justru kalimat tersebut dijadikan sebagai simbol kepentingan mereka dan dijadikan lambang identitas golongan mereka, golongan ini biasa dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), salah satu gerakan separatis yang secara tegas telah dilarang oleh pemerintah.
Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Tanbihat al-Wajibat menjelaskan:
اَنَّ اسْتِعْمَالَ مَا وُضِعَ لِلتَّعْظِيْمِ فِيْ غَيْرِ مَحَلِّ التَّعْظِيْمِ حَرَامٌ
“Sesungguhnya menggunakan sesuatu yang diciptakan untuk diagungkan, untuk difungsikan pada hal yg tidak diagungkan adalah hal yang haram“.
Berdasarkan referensi di atas, mengalihfungsikan kalimat tauhid untuk kepentingan organisasi yang terlarang adalah bentuk perbuatan yang secara tegas diharamkan oleh syariat. Sebab perbuatan ini saja sudah dipandang menghina terhadap kalimat tauhid itu sendiri. Sehingga mestinya secara arif kita dapat menilai bahwa bendera tauhid pada konteks ini hakikatnya bukan merupakan lambang yang mewakili umat islam secara kesuluruhan, bahkan merupakan lambang yang dijadikan pemicu berbagai perpecahan bangsa, sebab telah difungsikan sebagai lambang golongan tertentu yang telah dilarang oleh pemerintah.
Peristiwa semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam ingatan sejarah kita, bagaimana Masjid Dhirar dihancurkan dan dibakar oleh Rasulullah saw. setelah beliau tahu bahwa ternyata masjid tersebut dibuat oleh kaum yang berupaya memecah belah umat Islam. Dalam menyikapi peristiwa ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawi Lil fatawi:
قَالَ عُلَمَاؤُنَا: وَإِذَا كَانَ الْمَسْجِدُ الَّذِيْ يُتَّخَذُ لِلْعِبَادَةِ وَحَضَّ الشَّرْعُ عَلَى بِنَائِهِ يُهْدَمُ وَيُنْزَعُ إِذَا كَانَ فِيْهِ ضَرَرٌ فَمَا ظَنُّكَ بِسِوَاهُ ؟ بَلْ هُوَ أَحْرَى أَنْ يُزَالَ وَيُهْدَمَ، هَذَا كُلُّهُ كَلَامُ الْقُرْطُبِيْ
“Para Ulama berkata: Jika masjid saja yang diciptakan untuk ibadah dan syariat menganjurkan untuk membangunnya berubah menjadi dihancurkan karena terdapat kemudlaratan, lantas bagaimana pendapatmu pada hal selain masjid? Jelas lebih pantas untuk dihilangkan dan dihancurkan. Perkataan tersebut adalah perkataan Imam Qurtuby”
Selain peristiwa itu, pernah pula tercatat dalam sejarah Sayyidina Utsman ra. membakar mushaf Al-Quran untuk tujuan menjaga keotentikan Al-Quran. Sebab Mushaf yang Ia bakar merupakan mushaf-mushaf yang bercampur antara ayat yang mansukh (disalin) dan ayat yang tidak mansukh. Khawatirnya jika mushaf-mushaf itu dibiarkan, banyak orang akan berpendapat bahwa lafadz yang bukan merupakan bagian dari Al-Quran dianggap sebagai bagian dari Al-Quran. Hal ini jelas akan berpengaruh pada keotentikan Al-Quran itu sendiri. Berdasarkan peristiwa ini, Para Fukaha berpandangan bahwa membakar Al-Qur’an jika bertujuan untuk menjaga kehormatan Al-Quran itu sendiri adalah hal yang diperbolehkan.isbn
Berdasarkan beberapa dalil-dalil di atas dapat kita simpulkan bahwa bendera tauhid hanyalah kedok dari gerakan terlarang di negeri ini. Kita harus melawannya secara tegas. Tindakan membakar hakikatnya bukan melecehkan kalimat tauhid, namun untuk menyelamatkannya dari kepentingan yang tercela.
Dengan demikian, hukum membakar bendera tauhid adalah hal yang diperbolehkan, bahkan merupakan cara yang paling utama bila hal tersebut lebih efektif untuk menghentikan provokasi dari gerakan terlarang di negeri ini. Wallahu A’lam.
Sumber: Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo (LBM P2L)
#muslimsejati
0 coment�rios: