Merdeka.com – Propaganda perang punya sejarah panjang. Catatan paling awal tentang propaganda perang terjadi pada masa Raja Persia Darius. Di era modern, salah satu propaganda perang paling efektif terjadi pada Perang Dunia Pertama ketika tentara Jerman dilaporkan memukuli bayi saat peristiwa yang dikenal dengan ‘Pemerkosaan Belgia’.r
Konflik Suriah juga tidak luput dari menjamurnya propaganda. Apalagi info-info yang beredar melalui jejaring sosial Facebook dan Twitter. Kedua pihak, pemerintahan Basyar al-Assad yang dibantu Rusia dan Iran, serta kelompok oposisi pemberontak didukung Amerika Serikat, juga terlibat. Rezim Assad menyebut kaum pemberontak sebagai pendukung kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sedangkan pemberontak menggambarkan pasukan Assad sebagai pemerkosa, pembunuh, monster.
Selain itu propaganda juga datang dari luar. Salah satu kesalahpahaman dalam konflik Suriah adalah isu sektarian. Propaganda itu menyatakan Assad yang berasal dari suku Alawite di Suriah didukung Syiah Iran dan dibantu Rusia (Kristen Ortodoks) serta minoritas Druze, Kristen memerangi ekstremis Sunni.
Media-media Barat juga tak putus-putusnya menyebarkan berita kelaparan, senjata kimia, dan berbagai kekejaman lain dilakukan rezim Suriah.
Jurnalis independen asal Kanada Eva Bartlett menyebut di Suriah tidak pernah ada yang namanya ‘revolusi’. Yang ada hanyalah perang yang sudah diskenariokan oleh kekuatan asing (sebut saja AS, Arab Saudi, Qatar, Turki, dan Israel).
Propaganda perang di Suriah didukung besar-besaran oleh media, selebritas Hollywood, dan kelompok pembela hak asasi.
white helmets huffington Post
Kelompok menyebut diri tim kemanusiaan White Helmets yang didanai negara Barat beroperasi di kawasan yang dikuasai pemberontak Al Qaidah dan sekutunya. Kelompok ini menjadi mesin propaganda cukup efektif di Suriah. Bagi rakyat sipil setempat kelompok ini disebut sebagai bagian dari pemberontak Al-Nusra.
Media Barat bahkan mengusulkan agar White Helmets mendapat hadiah Nobel. Meski akhirnya tidak, namun film dokumenter tentang mereka diganjar dengan Oscar dan aktor George Clooney mendukung film ini.
Isu soal rezim Assad membuat kelaparan rakyatnya juga terus digaungkan berulang-ulang dari Damaskus hingga ke Aleppo dan sebelah timur Ghouta.
Pada 2014, sebulan setelah Kota Tua Homs dikuasai pasukan pemerintah, Eva Bartlett menuturkan dia menemui warga sipil yang menceritakan bagaimana teroris mencuri setiap keping terakhir makanan mereka.
“Di Aleppo saya juga mendengar kisah yang sama. Ketika di bulan Juni saya mengunjungi distrik Madaya dan al-War di Homs, orang-orang mengatakan kepada saya: teroris menimbun bantuan makanan dan menaikkan harga supaya rakyat tidak mampu membelinya,” kata Bartlett, seperti dilansir laman Russia Today November lalu.
Belum lagi propaganda perang menggunakan anak-anak di Suriah. Pada September 2015 seorang bocah laki-laki, Aylan Kurdi, tertelungkup di pantai Turki dalam keadaan tak bernyawa. Fotonya segera menyebar di mana-mana seperti halnya foto Omran Daqneesh, bocah laki-laki yang duduk terdiam di sebuah mobil ambulans dalam keadaan tubuh penuh debu dan luka akibat serangan udara.
Foto-foto itu membuat media Barat dan negara-negara Barat menuding pemerintah Suriah sebagai dalang pelaku.
Pada Februari 2017, bibi dari Aylan Kurdi, Tima Kurdi menemui anggota Kongres Amerika Serikat Tulsi Gabbard dan dia mengatakan mendukung Gabbard yang menyampaikan pesan untuk berhenti mempersenjatai teroris dan menghentikan dukungan untuk pergantian rezim.
“Jika negara Barat terus mendanai pemberontak, akan lebih banyak lagi rakyat yang mengungsi, pertumpahan darah, dan penderitaan. Ini bukan soal mendukung Basyar al-Assad, ini soal mengakhiri perang di Suriah,” kata dia.
#muslimsejati
Sumber :https://www.merdeka.com/dunia/sejarah-propaganda-perang-belajar-dari-konflik-suriah.html
#muslimsejati
#muslimsejati
Sumber :https://www.merdeka.com/dunia/sejarah-propaganda-perang-belajar-dari-konflik-suriah.html
#muslimsejati
0 coment�rios: