Wawasan kebangsaan muncul ketika bangsa Indonesia berjuang agar bisa terbebas dari segala bentuk penjajahan. Perjuangan bangsa Indonesia membawa hasil dikarenakan adanya persatuan dan kesatuan. Munculnya rasa nasionalisme dan kesadaran akan perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan akan keberagaman yang ada dari seluruh elemen yang ada di Indonesia membuat kita berada pada posisi sekarang, Indonesia yang merdeka.
Hal ini merupakan hasil rumusan Bung Karno yaitu geopolitik yang mana kita sebagai bangsa Indonesia bersatu dalam suatu ikatan kebangsaan dan bersatu dalam keberagaman. Dimana ditanamkannya ‘Bhineka Tunggal Ika’ dimana bila hal itu tidak diterapkan maka Indonesia tidak akan merdeka hingga detik ini. Dimana setiap golongan merasa inggin merdeka, membentuk negara sesuai golongannya masing-masing dan akan menyebabkan kepecahan Indonesia itu sendiri sebagai negara kebersatuan dimana saat itulah muncul adanya rasa kebangsaan.
Pemerintahan Orde Baru awalnya diniatkan untuk menstabilkan keadaan dimana pada saar Orde Baru terdapat kekacauan, namun terlalu berlebihan sehingga pada seluruh aktivitas tidak terdapat kebebasan disebabkan banyaknya intel. Sehingga akhirnya Orde Baru hancur dan jatuh.
Meski dipilih buat mengemban amanah reformasi dan mengembalikan kehidupan sosial kemasyarakatan. Pada 7 Juni 1999 dilaksanakan pemilu untuk memilih Presiden dan wakil rakyat yang baru, dapat dikatakan event ini merupakan salah satu kesuksesan terbesar yang diraih pemerintahan Presiden Habibie.
Beliau mampu menyelenggarakan pesta demokrasi secara adil, demokratis dan transparan sehingga munculnya kebebasan seperti saat ini dimana terdapatnya kebebasan terhadap pers, selama tidak mengandung fitnah dan kebohongan.
Kampus Institut Teknologi Bandung patut berbangga karena mempunyai tokoh kebangsaan yang ikut merumuskan jati diri bangsa dan geopolitik bangsa Indonesia serta membangun demokrasi yakni Ir. Soekarno alias Bung Karno dan Prof. BJ Habibie.
Dewasa ini kita sudah merumuskan bahwa Pancasila merupakan ideologi negara yang tepat dan cocok untuk Indonesia, yang merupakan kesepakatan yang sudah di setujui pada tahun 1945.
Pancasila sebagai Dasar Negara
Negara Indonesia dibangun bukan sebagai negara agama dan bukan negara sekuler, melainkan negara berketuhanan yang kemudian disebut sebagai negara Pancasila. Sehingga di dalam keberbedaan tetap harus bersama dalam suatu sistem yang disepakati bersama maka di kelola secara demokrasi, dimana semua orang diberi kebebasan, bebas merdeka apapun agamanya (liberty); setiap orang diperlakukan sama (equality), mendapatkan keadilan yang sama dan yang paling penting adalah harusnya dijaga persaudaraan (fraternity).
Pancasila juga merupakan resultante atas semua pikiran yang sangat berprismatika, Pancasila digunakan sebagai pemersatu dalam Indonesia yang memiliki pluralism yang masif, bukan sekedar konsep saja. Dimana Pancasila sudah di uji keberlangsungannya, dimana pada awal kemerdekaan terdapat banyak golongan yang menentang Pancasila melalui pemberontakan namun Pancasila pada akhirnya akan selalu menang dimana rakyat menolak perubahan ideologi dari Pancasila.
Selain melalui peperangan, kemudian munculah percobaan perubahan Pancasila melalui konstituens, selama 3,5 tahun dilakukan voting dengan syarat 2/3 harus menyetujui untuk mengganti konstituens.
Pancasila sebagai dasar negara juga sebagai dasar pembuatan hukum aturan-aturan yang harus diikuti, namun juga sebagai tiang etik yang berlaku pada kehidupan sosial, dan sanksi heteronom dan otonom, yang tidak berdasar hokum namun diharuskan dilakukan.
Radikalisme di Era Milenial
Radikalisme merupakan suatu paham atau gagasan yang ingin melakukan perubahan suatu sistem dengan cara yang radikal atau umumnya dengan kekerasan. Gerakan radikalisme umumnya lahir karena adanya ketidakadilan dari suatu sistem yang diterapkan. Pada zaman dahulu rakyat Indonesia berjuang bersama membentuk kesatuan, karena memiliki satu lawan yaitu para penjajah.
Radikalisme merupakan suatu paham atau gagasan yang ingin melakukan perubahan suatu sistem dengan cara yang radikal atau umumnya dengan kekerasan. Gerakan radikalisme umumnya lahir karena adanya ketidakadilan dari suatu sistem yang diterapkan. Pada zaman dahulu rakyat Indonesia berjuang bersama membentuk kesatuan, karena memiliki satu lawan yaitu para penjajah.
Menurut pernyataan Huntington, pada masa yang akan datang akan muncul radikalisme dan terorisme namun pernyataan tersebut tidak tepat untuk Indonesia karena Indonesia menganut ideologi Pancasila yang berasaskan kesatuan. Namun pada era dewasa ini, radikalisme muncul akibat adanya ketidakadilan di Indonesia bukan muncul karena adanya perbedaan agama.
Indonesia merupakan negara yang memiliki ketimpangan sosial yang cukup besar yakni sebesar 0,4385%. Suatu negara dikatakan akan hancur apabila persen ketimpangan telah mencapai 0,5%. Adapun faktor utama yang menyebabkan nilai ketimpangan cukup besar di Indonesia adalah ketidakadilan hukum dimana hukum sampai saat ini masih “tebang-pilih” sehingga memicu lahirnya gerakan radikalisme.
Gerakan radikalisme dapat diredam atau ditiadakan apabila seluruh warga Indonesia baik para petinggi atau pejabat negara dan warga sipil bersama-sama membangun wawasan kebangsaan dengan cara menegakkan hukum dan keadilan.
Pada zaman dahulu, Bung Karno membangun Nasionalisme dengan cara berperang untuk melawan penjajah namun sekarang musuh bangsa ini bukanlah penjajah melainkan para pejabat negara. Pada era saat ini, nilai Nasionalisme telah berkurang akibat para pejabat yang melakukan penyogokan atau korupsi yang berdampak pada ketidapercayaan rakyat terhadap pejabat negara bangsa ini sehingga dapat memunculkan gerakan radikalisme.
Ancaman yang dapat menyebabkan keruntuhan Indonesia dimulai dari munculnya disorientation atau keadaan menyimpang dari tujuan dan tugas negara kemudian bila terus terjadi akan timbul distrust dimana masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap pemegang amanah. Selanjutnya, apabila ketidakpercayaan tersebut terus terjadi maka akan muncul disobedience dimana rakyat mulai membangkang dan melakukan gerakan perlawanan melawannya.
Apabila perilaku disobedience meluas maka negara akan pecah dan hancur. Selain empat ancaman tersebut, keruntuhan suatu negara diperkuat dengan munculnya hoax pada era milineal. Sudah sepatutnya generasi saat ini yang nantinya akan memimpin bangsa Indonesia menanamkan rasa keadilan dan tidak terpengaruh dengan berita hoax agar Indonesia tidak terancam runtuh.
Generasi milenial merupakan generasi yang mudah menjadi sasaran radikalisme disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi di media sosial yang dengan mudahnya menyebarkan hoax berisi doktrin dan bacaan terkait paham radikal. Akan tetapi, orang-orang yang ingin adanya gerakan radikalisme dapat dikatakan cukup sedikit sehingga sebenarnya dapat dilawan dengan diskusi terbuka mengenai pendapat masing-masing berbagai pihak yang didasari dengan konsep agama dan politik.
Selain itu, cara yang dapat dilakukan untuk memerangi gerakan radikalisme yang berasal dari informasi media sosial diantaranya dengan mengkaji lebih lanjut informasi yang diterima, tidak langsung percaya, dan tidak terbawa emosi terhadap informasi yang diterima. Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya pintar dalam mencerna informasi yang diterima karena pada era saat ini banyak anggota pers yang menyebarkan informasi tidak bertanggungjawab.
Adapun contoh dari pemahaman radikalisme yang terjadi saat ini adalah ledakan bom yang terjadi di Sri lanka, pembantaian di New Zealand, dan masih banyak contoh lainnya yang terjadi selama beberapa tahun kebelakang. Pemahaman radikalisme mudah sekali disebarkan ke kalangan remaja akibat kurangnya kontrol dari orang tua, memiliki sifat yang mudah dipengaruhi orang lain, tidak ada panutan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita sebagai masyarakat Indonesia membangun kembali wawasan kebangsaan, kesatuan, keberagamaan, dan toleransi dalam rangka menangkal radikalisme yang sedang terjadi pada saat ini. Lalu, untuk pejabat negara yang telah di amanahi oleh rakyat untuk memegang kekuasaan sudah sepatutnya memahami dan menganut ideologi Pancasila serta menegakkan keadilan hukum baik untuk kalangan atas dan bawah.
Apabila pejabat negara sekarang telah memiliki kembali perilaku tersebut maka dengan sendirinya masyarakat tidak akan apatis dengan demokrasi dan tidak terpikirkan untuk menciptakan gerakan radikalisme.
Sebenarnya generasi Millennial dapat membantu melawan radikalisme, walaupun di satu sisi generasi millennial dapat menjadi sasaran yang mudah bagi kaum radikal. Hal ini dikarenakan, generasi millennial sudah banyak mengambil peran dalam bidang politik dan agama, wawasan yang mereka miliki dapat membangun kembali kebangsaan, kesatuan, keberagamaan dan toleransi untuk menangkal radikalisme yang terjadi saat ini.
Dan alangkah lebih baik jika terdapat generasi Millennial yang dapat dijadikan sebagai role model berkebangsaan yang baik dan jauh dari paham radikalisme.
#muslimsejati
Sumber : kompasiana
0 coment�rios: